Sejarah Perkembangan Program KB Nasional
Upaya pengaturan kehamilan/kelahiran telah lama dikenal hampir
lebih 100 tahun yang lalu. Pengaturan kehamilan telah dirintis oleh Margaret
Sanger seorang perawat kandungan di New York pada 1883-1966 yang karena
perjuangannya Margaret Sanger disebut sebagai Ibu KB Internasional.
Pelaksanaan Program KB merupakan proses yang panjang dan memerlukan
perjuangan dan pengorbanan baik moril, maupun materiil karena pelaksanaan
dimulai dari belum diterimanya pengaturan kehamilan oleh banyak kalangan.
Secara kronologis rangkaian perjuangan pengembangan sosialisasi penerangan
program KB sebagai berikut :
1992 : Anggota Gerakan
Birth Control Amerika
1913 : Belajar di Eropa
1914 : “The Women Rebel”
1914 : “Family Limitation”
1916 : Klinik Birth
Control, Brooklyn, New York
1921 : American Birth
Control League
1952 : International
Planned Parenthood Federation (IPPF)
Yang mendasari pemikiran pelaksanaan program KB pada saat itu
sangan sederhana, pengaturan kehamilan didasari oleh banyak kasus Kematian pada
ibu saat melahirkan. Dibawah ini beberapa yang mendasari pelaksanaan program
KB:
1.
Banyaknya kehamilan
yang tak diinginkan
2.
Tidak tersedianya
cara/alat pengaturan kehamilan
3.
Pada waktu itu
pengaturan kehamilan bertentangan perundang-undangan yang berlaku.
Bagaimana perkembangan KB di Indonesia?
Di Indonesia program KB dikenalkan pada Tahun 1950, pada saat itu
KB merupakan kegiatan Dokter secara perorangan di Jogjakarta, Semarang,
Surabaya, Jakarta dan Bandung. Pemerintah dan masyarakat tidak mendukung
kegiatan KB.
Pada tahun 1957 secara kelembagaan melalui berdiri Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang didirikan dan ketuanya Dr. R. Soeharto. Saat itu
KB merupakan usaha untuk mensejahterakan keluarga melalui pengaturan kehamilan
dengan cara-cara yang dapat diterima oleh mereka yang melaksanakannya.
Sejalan dengan perkembangan masalah kependudukan yang terjadi
secara internasional, tahun 1967 Indonesia menandatangani Deklarasi
Kependudukan Dunia, Indonesia merupakan negara mendukung pelaksanaan Program
KB, sehingga setelah itu dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional
(LKBN) melalui SK Menteri Kesejahteraan Rakyat.
Perkembangan program KB makin dibutuhkan sehingga pada tahun 1968
program KB dicanangkan sebagai Program Nasional sedangkan kelembagaan KB (LKBN)
dirubah menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
dibentuk melalui Keppres 8/1970.
Untuk memperkuat kelembagaan pengelola KB tahun 1970 Pembentukan
BKKBN dimulai diwilayah Jawa-Bali (1970) kemudian pada tahun 1974
dikembangkan pembentukan BKKBN LJB I dan BKKBN LJB II tahun 1979.
Pelaksanaan Program KB selama ini selalu mengacu kepada kebijakan
yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan perkembangan paradigma baik
secara nasional, regional maupun internasional. Paradigma program KB yang pada
awalnya menekankan pada aspek demografis pada perkembangan selanjutnya berubah.
Perubahan paradigma ini lebih dipengaruhi oleh berbagai kesepakatan
mengenai masalah-masalah kependudukan serta perubahan sistem pemerintahan di
Indonesia antara lain:
1.
Kesepakatan dalam
Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International
Conference on Population and Development) di Kairo tahun 1994.
2.
Desentralisasi, yang
melimpahkan sebagian kewenangan di bidang Keluarga Berencana kepada pemerintah
Kabupaten dan Kota.
Dalam uraian berikut akan dijelaskan tentang perkembangan program
KB sebelum dan sesudah ICPD serta setelah era desentralisasi.
Program KB di Indonesia sebelum dan sesudah ICPD tahun 1994
mengalami perubahan secara nyata melalui dari perubahan pendekatan program
sampai kepada pelaksanaan di tingkat lini lapangan.
a.
Sebelum ICPD 1994
Sebelum kesepakatan ICPD tersebut, yaitu pada kurun waktu tahun 70-an sampai 90-an
awal, program KB sangat menekankan pada aspek demografis yaitu pengendalian
angka kelahiran. Hal ini menjadi dasar pelaksanaan program di lapangan yang
menekankan kepada pencapainan peserta KB yang terus meningkat dengan berbagai
upaya melalui dari komunikasi, informasi dan Edukasi (KIE)/penyuluhan,
penggerakan masyarakat sampai pelayanan dan pembinaan. Meskipun dilakukan
dengan perencanaan yang baik antar semua sektor, upaya untuk memperoleh peserta
KB ini sering kali dianggap oleh sebagian orang dilakukan dengan penuh
pemaksaan. Atau melanggar hak asasi manusia. Pelaksanaan safari KB pada masa
lalu misalnya sering dianggap massal sehingga tidak memperhatikan persyaratan
pelayanan yang benar seperti KIP/Konseling serta penapisan yang kurang tepat.
Contoh lain pemakaian kontrasepsi yang diarahkan kepada satu jenis
alat/metode kontrasepsi tertentu, seperti adanya istilah Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang (MKJP)
Selain daripada itu pada kurun waktu tersebut masalah kesehatan
reproduksi dari seksual belum mendapatkan perhatian bahkan oleh sebagian orang
dianggap tabu dibicarakan. Penanganan kesehatan reproduksi ICPD 1994 belum
secara tegas mencakup pelayanan kesehatan pada seluruh siklus kehidupan manusia
yang terintegrasi dalam pelayanan KB dan pelayanan kesehatan lainnya.
Dalam upaya Peningkatan Pendapatan Keluarga (UPPKS), kelompok yang
dibentuk terdiri dari kaum perempuan saja karena program ini memang diarahkan
untuk mengembangkan potensi kaum perempuan ke arah peningkatan ekonomi
produktif. Perempuan diharapkan mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan
melalui dari hanya sekedar bersosialisasi di luar lingkungan keluarga sampai
kepada mencari relasi untuk pemasaran produknya. Kemampuan seperti ini yang
diharapkan dapat meningkatkan keterpurukan posisi perempuan dalam keluarga.
b.
Sesudah ICPD 1994
Pasca ICPD 1994 setiap negara mengadopsi hasil kesepakatan
konferensi tersebut dalam kebijakan dan pelaksanaan programnya. Tidak
terkecuali di Indonesia, paradigma program KB bergeser dari pendekatan
kesehatan reproduksi, kesehatan gender dan pemberdayaan perempuan.
Khusus dalam pelayanan KB, pelayanan tidak hanya di tunjukan untuk
penurunan angka kelahiran semata namun dikaitkan pula dalam tujuan untuk:
1.
Pemenuhan hak-hak reproduksi
2.
Promosi, pencegahan
dan penanganan masalah-masalah kesehatan reproduksi dan seksual.
3.
Kesehatan dan
kesejahteraan ibu bayi dan anak.
Dengan demikian
program pelayanan KB dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
persoalan kesehatan reproduksi lainnya seperti Kematian maternal dan neonatal,
kesehatan dan kehidupan seksual, maupun epidemik HIV/AIDS serta masalah-masalah
kehidupan seksual dan reproduksi remaja.
Kesehatan Reproduksi
Remaja perlu dibahas secara terbuka dan jelas antara orang tua dan anak
remajanya serta tidak lagi dianggap tabu sehingga remaja mencari informasi di
antara teman remaja lainnya. Untuk itu orang tua sangat penting memahami secara
tepat tentang kesehatan reproduksi remaja yang dapat diperoleh dari berbagai
sumber informasi yang tepat pula. Salah satu yang telah di kembangkan antara
lain melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK – Remaja) Serta Keluarga
Peduli Remaja. Pemahaman yang kurang tepat di kalangan remaja sering
menyebabkan terjadinya salah gaul di antara remaja antara lain dengan
terjadinya seks bebas dan kehamilan pra-nikah.
Dalam peningkatan
kualitas keluarga, Program KB Nasional memperhatikan pentingnya diupayakan
berbagai program dan kegiatan yang memperhatikan pemberdayaan perempuan serta
terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Usaha Peningkatan Pendapatan
Keluarga Sejahtera (UPPKS) selain merupakan contoh upaya pemberdayaan perempuan
juga diarahkan sebagai upaya untuk mendorong terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat.
Perempuan bukan lagi hanya penunggu rumah, atau tidak hanya identik dengan ranah
domestik seputar rumah saja, tetapi juga mempunyai kemampuan dan peran yang
dapat diandalkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Demikian halnya
dalam pengasuhan anak dan bimbingan bagi remaja, upaya kesertaan gender penting
diperhatikan. Anak dan remaja bukan semata tanggung jawab dan urusan ibu melainkan merupakan tanggung jawab bersama
bapa dan ibu. Selain itu peluang dan kesempatan yang sama perlu diberikan
kepada anak laki-laki dan perempuan dalam pendidikan dan sosialisasi.
Pemahaman terhadap
seimbangnya peran dan tanggung jawab antara suami dan istri dalam keluarga serta pentingnya
perlakuan yang sama antara anak laki-lai dan perempuan inilah yang selalu
diupayakan melalui berbagai kegiatan KIE selama ini. Tanggung jawab laki-laki
dalam keluarga berencana juga menjadi perhatian khusus karena masih sangat
rendahnya partisipasi sebagai peserta KB.
0 komentar:
Posting Komentar